08 March 2010

Rumah Tanga atau Tanah Pekuburan?

Bandara Ahmad Yani Semarang. Masih 1 jam lagi waktu untuk boarding ke pesawat yang akan membawaku kembali ke Jakarta. Sambil membaca surat kabar di tangan, sesekali aku lirik dua TV di Executive Lounge itu, yang menyiarkan dua channel yang berbeda. Bukan karena aku suka dengan sinetron, tapi sesekali suara keras dari TV di sebelah kiri menarik perhatian ku.
Lagi-lagi, tontonan yang menunjukkan sikap dan kata-kata suami-istri yang kasar, urah leher menegang, sesekali tangan melayang. Lebih sedih lagi nuka saja hal itu berlaku antara suami isteri. Anak dengan orang tua pun begitu juga. Sempat terlintas juga apakah benar hal itu ada di dunia nyata? Tapi bila lihat lagi surat kabar, baru saja kubaca, seorang isteri dibantuk pacarnya telah tega membunuh suaminya. Berita lain, seorang ayah dengan kejam telah memperkosa anak kandungnya sendiri selama 2 tahun.
Belum lagi habis kesedihanku, di TV sebelah kanan, terlihat sebuah acara show music. Penyanyi wanita diiringi penari-penari dengan lenggok yang aduhai, sangat mengiris hatiku. Sungguh sedih melihat wanita-wanita yang sudah kehilangan malu, dengan baju yang hanya menggunakan kain ala kadarnya. Belum reda sedih ku, tambah pilu hati bila kemudian melihat ibu si penyanyi tersebutpun begitu bangga mendampingi anaknya. Bagaimana seorang ibu tidak merasa risih dengan penampilan anak yang seperti itu?
Nampaknya dari berbagai penjuru, Allah sedang mengingatkan aku betapa rusaknya zaman sekarang ini. Halaman tengah surat kabar memberitakan tentang sex bebas yang dilakukan remaja mulai usia 13 tahun di sebuah kota yang dulu terkenal dengan banyak pesantrennya.
Kehidupan sosial yang rusak di tanah air dewasa ini, yang notabene penduduknya mayoritas muslim, ternyata tak jauh beda dengan apa yang berlaku di masyarakat barat. Keganasan, kenakalan remaja, tawuran, narkoba, pergaulan bebas, ikatan keluarga sudah rapuh, hidup bersama tanpa nikah, dan kerusakan sosial lainnya, menjadi sudah biasa dalam masyarakat kita sekarang ini. Walaupu kerusakannya tidak separah dibanding dengan masyarakat barat, namun apa yang berlaku sebenarnya sudah sampai pada tahap yang sangat kritis dan mengerikan.
Sebenarnya kerusakan yang berlaku baik di barat maupun di tanah air, berawal atau berasal dari HIDUP TANPA TUHAN. Apabila hidup tanpa tuhan, artinya tugan tidak ada dalam hati kita, maka nasfsulah yang berkuasa. Sedangkan nafsu itu sangat mengajak dan mendorong kepada kejahatan, untuk hidup tanpa peraturan sperti hewan yang nafsi-nafsi. Masing-masing hanya mau menonjolkan ego dan rakus untuk kepuasan diri saja. Halal dan haram sudah tidak jadi perhitungan. Akhirnya institusi keluarga pun sudah runtuh.
Bila kehidupan pada tahap keluarga sudah porak poranda, maka begitu jugalah yang berlaku pada masyarakatnya. Akhirnya kerusakan yang berlaku pada masyarakat barat berlaku juga dalam masyarakat di kalangan umat Islam : black metal, heavy metak, narkoba, vandalisme, gansterisme, sex bebas dan lain sebagainya.
Mengapa terjadi hal yang sama seperti masyarakat Barat? Jawabnya ialah dari akar permasalahan yang sama. Kalau masyarakat barat secara total menolak Tuhan (contoh di prancis 75% penduduknya adalah atheis), maka masyarakat Islam, walaupun tidak menolah Tuhan sepenuhnya, namun Tuhan yakni Allah tidak dibesarkan dalam kehidupan. Allah sudah tidak dibawa bersama dalam segala urusan termasuk dalam rumah tangga dan keluarga. Alhasil, hasilnya sama yaitu nafsulah yang besar dan berkuasa dlam urusan harian termasuk dalam hal ihwal keluarga. Institusi keluarga yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai tempat mendidik manusia, sudah tidak berperanan sebagai tempat menyuburkan iman dan taqwa, tidak membangun jiwa, tidak membentuk dan mencorakkan insaniah.
Tidak keterlaluan kalau disebut rumah tangga kini sudah seperti tanah pekuburan. Hanya menjadi tempat menghimpunkan ‘mayat-mayat’ manusia hidup yang ‘roh’nya sudah tidak berfungsi. Bangkai bernyawa yang hanya makan, minum, tidur, istirahat dan berkawin.
Buka saja mata di waktu pagi bukan allah yang diingat atau dipentingkan, tetapi yang dipentingkan atau didahulukan adalah segala macam yang bersifat benda. Walau ada keluarga yang dianggap ‘baik’ pun, walaupun shalat subuh dilakukan tapi dalam sholat pikiran sudah pada persiapan sarapan, bekal anak, atau persiapan ke tempat kerja. Anak-anak pula, sholat shubuh walau dikerjakan tapi dilakukan dengan tergesa-gesa. Pikiran sudah pada ulangan, tugas sekolah, aktifitas sekolah. Ingatan pada Allah, pada akhirat sangat jarang berlaku. Lama kelamaan Allah dan akhirat sudah tidak masuk hitungan. Akhirnya dewasa kelak, halal haram juga diabaikan.
Apabila roh atau hati/jiwa kehilangan fungsi maka penghuni rumah tangga atau anggota keluarga itu, tidak ubah umpama mayat bergerak. Peradaban pembangunan material dimajukan sungguh-sunguh bahkan semakin canggih, tetapi peradaban rohani tidak dibina. Dibina sambil lalu akhirnya rohani semakin pudar gersang, kering kerontang.
Akibatnya peradaban material yang tinggi itu sedikitpun tidak mendatangkan nikmat kebahagiaan sejati yang hanya dirasakan di hati.
Oleh karena itu, jika kita memimpikan kehidupan masyarakat yang aman damai harmoni dalam kemajuan, tidak ada jalan lain kecuali dengan diawali dari perbaikan institusi keluarga. Selagi institusi keluarga tidak diperkokoh dengan kembali kepada Tuhan dan syari’at-Nya. Selagi allah tidak dibesarkan dan diutamakan. Selagi syari’at Allah terabai dalam rumah tangga maka selama itulah masalah masyarakat tidak akan selesai.
Kita ubah “tanah pekuburan” menjadi rumah meriah. Meriah bukan dengan hingar bingar musik, atau acara-acara TV, atau kesibukan mengejar harta, jabatan dan status, tapi wujud kemeriahan roh, antara lain:
1. Hati para anggota keluarga yang selalu terikat pada Allah
2. Shalat berjama’ah ditegakkan
3. Ayah dan ibu sangat serius memprogramkan pembinaan insaniah anggota keluarga,
4. Wujud kasih sayang, mudah saling memaafkan,
5. Apapun aktifitas keluarga dibuat sebagai wujud ketaatan pada Allah.
Kalau setiap institusi keluarga menjadi elemen terkecil masyarakat yang disitu kita dpat merasakan kebesaran Allah, maka himpunan keluarga-keluarga yang demikian akan menjadi masyarakat yang juga menggambarkan kebesaran Allah. Barulah akan lahir masyarakat Islam yang bukan saja indah bahkan dapat menjadi tempat berteduh, bernaung bagi umat lain. Semoga Allah membantu kita dalam mewujudkannya.
Source : Srikandi

1 komentar:

B Kelana S said...

pertamax ......

http://www.bsod.tk

Post a Comment

Untuk Posting Komentar

 
Copyright ©  2014-2020 Rumah Ipoen  |  Template by Blogspot tutorial